AKHLAK
DALAM ISLAM
1.
Definisi Akhlak
a.
Definisi Akhlak Secara Umum
Akhlak
secara etimologis, berasal dari bahasa Arab yang merupakan jama‘ dari bentuk
mufradnya khuluqun (خلق ) dimana kata khuluqun (خلق) memiliki arti: budi pekerti,
perangai, tingkah laku, karakter atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung
segi-segi persesuaian dengan perkataan Khalqun ( خلق) yang berarti kejadian, serta erat
hubungannya dengan Khâliq (خالق) yang berarti pencipta danMakhluq (مخلوق ) yang berarti diciptakan.
Makna
akhlak juga bisa dilihat dari perspektif lain, yaitu sebagai ilmu.
Pertama, diartikan sebagai ilmu
tentang kebiasaan. Arti ini mengikuti pendapat dari para filusuf Yunani,
namun definisi ini membatasi ruang lingkup ilmu akhlak yang terbatas pada
perbuatan manusia yang sesuai dengan kehendaknya yang menjadi kebiasaan dan
tradisi, padahal ilmu akhlak lebih luas daripada itu, di dalamnya juga
meliputi petunjuk yang benar untuk perbuatan baik dan menjauhi perbuatan
buruk serta perintah untuk berpegang teguh pada tradisi dan kebiasaan yang
benar. (Mu‘ti et.al, 2001: 33)
Kedua, akhlak diartikan sebagai ilmu
tentang manusia. Ini adalah pendapat dari seorang penulis berkebangsaan
Prancis. Ini lebih luas cakupannya karena dalam definisi ini meliputi segala
sesuatu yang berhubungan dengan manusia dari berbagai macam ilmu dan
pengetahuan mulai dari ilmu kedokteran, ilmu jiwa, ilmu logika, sejarah dan
segala macam ilmu yang berada di sekitar manusia ( Mu‘ti et.al, 2001:33-34)
Pendapat
ketiga menjelaskan bahwa akhlak adalah ilmu tentang baik dan buruk.
Akhlak juga diartikan sebagai studi tentang wajib dan kewajiban. Pengertian
ini terlalu ringkas karena mengabaikan sisi yang terpenting dari aspek ilmu
yaitu nilai-nilai dari perbuatan manusia yang berubah nilai baik dan buruk.
(Mu‘ti et.al, 2001:34)
Poedjawiyatna menklasifikasi beberapa ukuran
baik dan buruk seperti teori hedonisme, utilitarisme, vitalisme,
sosialisme, religeosisme dan humanisme, dengan uraian sebagai
berikut;
1)
Hedonisme, menyatakan bahwa ukuran
tindakan kebaikan adalah done, yakni kenikmatan dan kepuasan rasa. Tokoh
utamanya adalah S. Freud.
2)
Utilitarisme, menyatakan bahwa yang baik
adalah yang berguna.
3)
Vatalisme, berpandangan bahwa ukuran
perbuatan baik itu adalah kekuatan dan kekuasaan.
4)
Sosialisme, berpendapat bahwa baiknya
sesuatu ditentukan oleh masyarakat.
5)
Religiosisme, mengatakan bahwa baik dan
buruk itu adalah sesuai dengan kehendak Tuhan.
6)
Humanisme, berpandangan bahwa baik dan
buruknya sesuatu itu adalah sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, atau
kemanusiaannya.
Islam
berpandangan bahwa baik dan buruk itu adalah sesuai dengan kehendak Allah.
Kehendak Tuhan adalah apa-apa yang difirmankan di dalam al-Qur‘an dan ajaran
praktis para utusan-Nya, khususnya terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Saw. Lebih dari itu, pemahaman tentang kebaikan dan keburukan, atau
yang dikehendaki oleh Allah dan yang tidak dikehendakiNya dapat pula
diperoleh melalui akal, jiwa dan hati yang jernih
b.
Definisi Akhlak Secara Istilah
Akhlak
yang berasal dari kata khuluq secara hahasa menurut ibnu mundzir:
berarti Ad-diin wa at-thab’u, wa as-sajiyah. Menurut istilah ada
beberapa definisi tentang akhlak.
Pertama, Akhlak adalah kemampuan yang
menimbulkan pekerjaan-pekerjaan dengan mudah tanpa harus berfikir dan
terbebani (al-abd, Nd). Kedua, akhlak adalah kumpulan dari makna-makna
dan sifat-sifat yang bersemayam di dalam jiwa yang darinya perbuatan
seseorang menjadi baik atau buruk (al-Kharaiti, 14). Ketiga, akhlaq
adalah perumpamaan dari kondisi jiwa yang bersih yang memunculkan perbuatan
dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.
Ibnu
Athir dalam
bukunya An-Nihayah memberikan komentar sebagai berikut: “Hakikat
makna khuluq itu adalah gambaran batin manusia (yaitu jiwa dan
sifatsifatnya), sedang khalqun merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka,
warna kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan lain sebagainya yang berkaitan
dengan sikap dan perbuatan hamba)”. Sejalan dengannya, Imam Al-Ghazali
yang menyatakan bahwa: “Bilamana orang mengatakan si A itu baik khalqunya
dan khuluqnya, berarti si A baik sifa-sifat lahirnya dan sifat-sifat
batinnya.
Dalam
bahasa Yunani istilah ―akhlak dipergunakan istilah ethos atau
ethikos atau etika (tanpa memakai huruf H) yang mengandung arti
―Etika adalah Bahasa Indonesia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya
dalam memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik.
Dan
etika itu adalah sebuah ilmu bukan sebuah ajaran. Dalam sebuah kitab yang
ditulis oleh Abd. Hamid Yunus dinyatakan:
الأخلاق هو صفات الانسان
الأدابية
Artinya:
“Akhlak ialah segala sifat manusia yang terdidik” Ungkapan tersebut
memberikan pemahaman bahwa sifat/potensi yang dibawa setiap manusia sejak
lahir: artinya, potensi tersebut sangat bergantung dari cara pembinaan,
latihan/pembiasaan dan pembentukannya.
Pemahaman
tentang akhlak dapat diperoleh dari para para tokoh moralis Islam. Berikut
ini dikemukakan defenisi akhlak menurut beberapa pakar, yaitu sebagai
berikut:
1)
Ibn Miskawaih
حال للنفس داعية لها
افعالها من غير فكر وروية
Artinya:
“Keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu)
2)
Iman Al-Ghazali
الخلق عبارة عن هيئة
فى النفس راسخة عنها تصدر الأ فعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر وروية
Artinya:
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan
pikiran (lebih dulu).
3)
Ahmad Amin
عرف بعضهم الخلق بانه
عادة الإرادة يعنى أن الإرادة إذا اعتادت شيئا فعائدتها هي المسماة بالخلق
Artinya:
“Sebagian orang mengartikan bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak
yang dibiasakan( karakter). Artinya,
kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak”.
Menurut
Ahmad Amin, kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah
bimbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang- ulang sehingga
mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai
kekuatan, dan gabungan dari dua kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih
besar yakni akhlak.
Prof.
K.H. Farid Ma‘ruf
membuat kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai berikut: “Kehendak
jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.
Dr.
M. Abdullah Darroz
juga mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut: “Akhlak adalah suatu
kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak yang berkombinasi
membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang
baik) atau pilihan yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat)”.
Perbuatan-perbuatan
manusia dapat dianggap sebagai menifestasi dari akhlaknya, apabila memenuhi
dua syarat, yaitu:
1)
Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali
dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan,
2)
Perbuatan-perbuatan ini dilakukan karena dorongan
emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari
luar, seperti paksaan dari orang lain yang menimbulkan ketakutan, atau
bujukan dengan harapan- harapan yang indah-indah, dan lain sebagainya.
Metode
yang paling tepat untuk memperbaiki perilaku manusia adalah dengan
memperbaiki jiwa-jiwa dan mensucikannya serta menanamkan akhlak akhlak yang
utama. Islam sudah menjelaskan bahwa perubahan keadaan seseorang itu
mengikuti perubahan jiwanya. Allah berfirman dalam Surat Ar Radu ayat 11:
“Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”
2.
Dasar Ilmu Akhlak
Adapun dasar dari
akhlak di dalam aqidah Islamiyah adalah:
a.
Dasar I’tiqadi
Dasar
I’tiqadi ini meliputi tiga hal:
1)
Iman dan percaya kepada Allah (bahwa Allah itu ada
dan nyata) yang menciptakan mati dan hidup, manusia dan alam semesta, Dialah
Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu, yang telah lalu, saai ini dan yang
akan datang.
2)
Sesunggguhnya Allah sejak menciptakan manausia di
dunia ini telah mengenalkannya kepada Diri (jiwa) nya, dan mengenalkan jalan
yang baik dan buruk, mengenalkan yang haq dan yang batil melalui risalah dan
wahyu.
3)
Adanya kehidupan setelah mati. Kehidupan setelah
mati ini ada yang penuh kenikmatan sebaliknya ada juga yang penuh derita.
b.
Dasar Ilmiah
Islam
adalah agama yang moderat. Islam mengambil posisi ditengah diantara dua
kelompok yang bertolak belakang dengan menyeimbangkan antara kehidupan dunia
dan akhirat.
c. (Menjaga)
Tabiat Manusia
Hal ini
dikarenakan adanya hubungan yang erat antara perilaku (perbuatan) manusia
dengan tabiat (perangai) manusia, maka untuk dapat membentuk akhlak yang baik
para ulama menaruh perhatian pada aspek tabiat manusia.
Nilai
tanggung jawab akhlak ini didasarkan pada tiga dasar:
a.
Iman kepada Allah, karena pilihan untuk
berpegang pada akhlak yang utama dan meninggalkan akhlak tercela tidak dapat
terwujud kecuali dengan keyakinan yang mantap yang mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan.
b.
Dasar Rasional (akal). Hal ini karena akal diciptakan
bagi manusia agar dapat membedakan perkara benar dan salah, baik dan buruk
sehingga manusia siap menerima perintah dan larangan, juga manusia memperoleh
akibat-akibat dari perbuatannya (Al-Muhasibi, 1420: 252).
c.
Dasar intuisi (hati), hati bisa menjadi dasar pertimbangan
perbuatan manusia, seseorang yang mau bertanya pada hatinya maka akan
menemukan ketenangan dalam hatinya jika dia melakukan perbuatan baik. Atau
hatinya menjadi bingung dan takut perbuatannya diketahui orang lain jika
melakukan perbuatan buruk.
3.
Objek Kajian Ilmu Akhlak
Ahmad
Amin dalam
kitabnya Al-Akhlak menyatakan bahwa Ilmu Akhlak adalah:
علم يوضح معنى الخير
والشر ويبين معاملة الناس بعضهم بعضا ويشرح الغاية التى ينبغى أن يقصدها ما فى
أعمالهم ويبين السبيل لعمل ما ينبغى
Artinya:
“Ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, dan menerangkan apa yang harus
diperbuat oleh sebagian manusia terhadap sesamanya dan menjelaskan tujuan
yang hendak dicapai oleh manusia dan perbuatan mereka dan menunjukkanyang
lurus yang harus diperbuat”.
Jadi,
menurut definisi tersebut ilmu akhlak itu mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
a.
Menjelaskan pengertian baik dan buruk;
b.
Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
seseorang serta bagaimana cara kita bersikap terhadap sesama;
c.
Menjelaskan mana yang patut kita perbuat, dan
d.
Menunjukkan mana jalan lurus yang harus dilalui.
Berdasarkan
beberapa bahasan yang berkaitan dengan ilmu akhlak, maka dapat dipahami bahwa
objek (lapangan/sasaran) pembahasan ilmu akhlak itu ialah tindakantindakan
seseorang yang dapat diberikan nilai baik/buruknya, yaitu perkataan dan
perbuatan yang termasuk dalam kategori perbuatan akhlak. Dalam hubungan ini,
Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa ―etika itu menyelidiki segala perbuatan
manusia kemudian menetapkan hukum baik atau buruk.
J.H.
Muirhead meyebutkan bahwa pokok pembahasan (subject matter) etika adalah
penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat manusia. Muhammad Al-Ghazali
mengatakan bahwa daerah pembahasan ilmu akhlak meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia, baik sebagai individu (perseorangan)maupun kelompok
(masyarakat).
Perbuatan-perbuatan
manusia dibagi dalam tiga macam, yaitu :
a.
Perbuatan yang dikehendaki atau disadari, pada
waktu dia berbuat dan disengaja. Jelas, perbuatan ini adalah perbuatan akhlak.
b.
Perbuatan yang tidak dilakukan tidak dikehendaki,
sadar atau tidak sadar diwaktu dia berbuat, tetapi perbuatan itu diluar
kemampuannya dan dia tidak bisa mencegahnya. Perbuatan demikian bukan
perbuatan akhlak. Perbuatan ini ada dua macam:
1)
Reflex action,
al-a’maalu-mun’akiyah.
Umpamanya, seseorang keluar dari tempat gelap ketempat terang, matanya
berkedip-kedip. Atau seseorang karena digigit nyamuk, dia menamparkan tangan
pada yang digigit nyamuk tersebut.
2)
Automatic action, al-a’maalu
‘aliyah. Model
ini seperti halnya degup jantung, denyut urat nadi dan sebagainya.
Perbuatan-perbuatan reflex actions dan automatic actions adalah perbuatan di
luar kemampuan seseorang, sehingga tidak termasuk perbuatan akhlak.
c.
Perbuatan yang samar-samar, tengah-tengah,
mutasyabihat. Pada lahirnya bukan perbuatan akhlak, tapi mungkin perbuatan
tersebut termasuk perbuatan akhlak, sehingga berlaku hukum akhlak baginya,
yaitu bahwa perbuatan itu baik atau buruk. Umpamanya lupa, khilaf, dipaksa,
perbuatan diwaktu tidur dan sebagainya. Terhadap perbuatan-perbuatan tersebut
ada hadis-hadis rasul yang menerangkan bahwa perbuatan-perbuatan lupa,
khilaf, dipaksa, perbuatan diwaktu tidur dan sebagainya, tidak termasuk
perbuatan akhlak.
Dalam
menetapkan suatu perbuatan yang muncul dengan kehendak dan disengaja hingga
dapat dinilai baik atau buruk, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan: (1)
situasi dalam keadaan bebas, sehingga tindakan dilakukan dengan sengaja
dan (2) pelaku tahu apa yang dilakukan, yakni mengenai nilai baik buruknya.
Rasulullah
saw telah memberikan penjelasan bahwa kalaulah suatu tindakan itu dilakukan
oleh seseorang yang didasari karena kelalaian (di luar kontrol akal normal)
atau karena dipaksa, betapapun ada ukuran baik/buruknya, tidak dihukumi
sebagai berdosa. Ini berarti diluar objek ilmu akhlak. Dalam hubungannya
dengan problem di atas, Rasulullah saw telah mengeluarkan sabdanya yang
diriwatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Hakim dari Umar bahwa Rasulullah saw.
berdabda:
رفع القلم عن المجنون المغلوب
على عقله حتى يبرأ وعن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم
Artinya:
“Tidak berdosa seorang muslim karena tiga perkara: (1) orang gila hingga
sembuh dari gilanya, (2) orang yang tidur hingga terbangun dan (3) seorang
anak hingga ia dewasa”.
Berdasarkan
hadis tersebut, perbuatan lupa atau khilaf tidak diberi hukum dan tidak
termasuk perbuatan akhlak. Para ahli etika menyimpulkan bahwa perbuatan lupa
dan khilaf ada dua macam:
a.
Apabila perbuatan itu sudah dapat diketahui
akibatnya atau patut diketahui akibatakibatnya, atau bisa juga diikhtiarkan
untuk terjadi atau tidak terjadinya.
b.
Apabila perbuatan ini tidak kita ketahui sama
sekali dan diluar kemampuan manusia, walaupun sudah diikhtiarkan sebelumya,
tapi terjadi juga, perbuatan demikain disebut ta’adzury (diluar kemampuan
manusia).
4.
Sumber Akhlak Islam
Sebagaimana
ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur‘an dan Hadits maka akhlak Islam juga
bersumber pada dua sumber ajaran Islam tersebut yaitu: al-Qur‘an dan hadits
(Sunnah). Dalil yang menerangkan hal tersebut misalnya Q.S al-Ahzab:31:
Artinya:
―dan barang siapa diantara kamu sekalian (isteri-isteri Nabi) tetap taat
kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscata Kami
memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki
yang mulia”
Atau
Sabda Nabi saw.:
انما بعثت لأتمم
مكارم الأخلاق
Artinya:
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik (HR.
Muslim)
5.
Tujuan Akhlak
Akhlak
yang diberi penekanan cukup besar dalam agama Islam tentu memiliki tujuan
yang ingin dicapai. Diantara tujuan dari akhlak adalah:
a.
Menjadikan
manusia memiliki derajat tinggi dan sempurna.
b.
Akhlak
menjadikan manusia senantiasa menghiasi diri dengan akhlakul karimah dalam
berhubungan dengan Allah dan sesamanya.
c.
Akhlak
membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
d.
Akhlak
yang baik menjadikan manusia bahagia di dunia dan beruntung di akhirat.
e.
Dengan
akhlak yang baik maka keberlangsungan umat manusia akan tetap terjaga.
f.
Akhlak
yang baik menjadikan iman seorang mukmin menjadi sempurna. (Mu‘ti et.al,
2001:37-38)
6.
Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Akhlak
adalah mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewani.
Manusia tanpa akhlak akan hilang derajat kemanusiaannya sebagai makhluk Allah
menjadi turun kemartabat hewani. Di dalam surat AlTiin ayat 4-6, Allah
mengajarkan bahwa: “sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya; kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka); kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”
Menurut
Imam Al-Ghazali dalam bukunya Mukasyafatul Qulub, Allah telah
menciptakan makhluk-Nya terdiri atas tiga kategori. Pertama, Allah
menciptakan malaikat dan diberikan kepadanya akal dan tidak diberikan
kepadanya elemen nafsu (syahwat). Kedua, Allah menjadikan binatang dan
tidak dilengkapi dengan akal, tetapi dilengkapi dengan syahwat saja. Ketiga,
Allah menciptakan manusia (anak Adam) lengkap dengan elemen akal dan syahwat
(nafsu).
Akhlak
sangat urgen bagi manusia. Jika akhlak telah lenyap dari diri masing-masing
manusia, kehidupan ini akan kacau balau, masyarakat menjadi berantakan. Syauqir
Beik penyair Arab terkenal yang pernah memperingatkan bangsa Mesir,
وإنما األمم األحَلق ما بقيت وإن هموا ذهبت
اخَلقهم ذهبو
Artinya:
“Bangsa itu hanya bisa bertahan selama mereka memiliki akhlak. Bila akhlak
telah lenyap dari mereka, merekapun akan lenyap pula”.
Berdasarkan
definisi ilmu akhlak yang sudah dijelaskan, manfaat mempelajari ilmu akhlak
sebagai berikut:
a.
Dapat
menyinari orang dalam memecahkan kesulitan-kesulitan rutin yang berkaitan
dengan perilaku.
b.
Dapat
menjelaskan kepada orang sebab atau illat memilih perbuatan yang baik dan
lebih bermanfaat.
c.
Dapat
membendung dan mencegah kita secara kontinyu untuk tidak terperangkap kepada
keinginan-keinginan nafsu, bahkan mengarahkannya kepada hal yang positif.
d.
Manusia
mengerti sebab-sebab melakukan atau tidak akan melakukan sesuatu perbuatan,
dimana dia akan memilih pekerjaan atau perbuatan yang nilai kebaikannya lebih
besar.
e.
Mengerti
perbuatan baik akan menolong untuk menuju dan menghadapi perbuatan itu dengan
penuh minat dan kemauan.
f.
Orang
akan tepat dalam memvonis perilaku orang banyak dan tidak akan mengikuti
sesuatu tanpa pertimbangan yang matang lebih dulu.
7.
Pembagian Akhlak
Pembagian
akhlak yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah menurut sudut pandang Islam,
baik dari segi sifat maupun dari segi objeknya. Dari segi sifatnya, akhlak
dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, akhlak yang baik, atau disebut juga
akhlak mahmudah (terpuji) atau akhlak al-karimah; dan kedua, akhlak yang
buruk atau akhlak madzmumah.
a.
Akhlak Mahmudah
Akhlak
mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan seseorang.
Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-sifat yang
terpuji pula, antara lain: cinta kepada Allah, cinta kepda rasul, taat
beribadah, senantiasa mengharap ridha Allah, tawadhu‘, taat dan patuh kepada
Rasulullah, bersyukur atas segala nikmat Allah, bersabar atas segala musibah
dan cobaan, ikhlas karena Allah, jujur, menepati janji, qana‘ah, khusyu dalam
beribadah kepada Allah, mampu mengendalikan diri, silaturrahim, menghargai
orang lain, menghormati orang lain, sopan santun, suka bermusyawarah, suka
menolong kaum yang lemah, rajin belajar dan bekerja, hidup bersih, menyayangi
binatang, dan menjaga kelestarian alam.
Apabila
kita melihat petunjuk ayat-ayat al-Quran, terdapat isyarat tentang adanya
hirarki atau tingkatan akhlak mahmudah, yaitu:
1)
Tingkat Hasanah, artinya hirarki akhlak
mahmudah dalam tingkatan yang paling rendah. Contoh kongkritnya misalnya
menjawab salam dengan redaksi yang sama dengan yang diucapkan oleh pemberi
salam.
2)
Tingkat Karimah, artinya hirarki akhlak
mahmudah dalam tingkat yang lebih tinggi dari tingkat hasanah. Contoh
kongkritnya misalnya menjawab salam dengan redaksi yang lebih panjang dari
yang diucapkan pemberi salam.
3)
Tingkat ‘Azhimah, artinya hirarki akhlak
mahmudah dalam tingkat yang paling tinggi. Bentuk kongkritnya yaitu membalas
keburukan dengan kebaikan. Rasulullah SAW adalah personifikasi orang yang
mampu mempraktekkan tingkatan ini, maka disebut orang yang memiliki akhlak
mulia dengan tingkat ini. Hal ini diisyaratkan dalam Q.S. alQalam [68]: 4
berikut ini:
Artinya:
―dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”
Hirarki
akhlak mahmudah tingkat hasanah dan karimah dalam al-Quran diisyaratkan oleh
Q.S. al-Nisa [4]: 86 berikut ini:
Artinya:
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan
segala sesuatu”.
b.
Akhlak Madzmumah
Akhlak
madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang merusak
iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia. Misalnya kufur, syirik,
munafik, fasik, murtad, takabbur, riya, dengki, bohong, menghasut, kikil,
bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah, qati‘urrahim, ujub, mengadu
domba, sombong, putus asa, kotor,mencemari lingkungan, dan merusak alam.
Akhlak
tercela juga dapat dikatakan memiliki tingkatan, walaupun tidak secara tegas
diisyaratkan dalam teks al-Quran atau hadits. Kata-kata hûban kabîra yang
terdapat dalam Q.S. al-Nisa [4]: 2 yang ditafsirkan dengan dzanban ‘azhîmâ
(dosa besar) atau kata-kata lain yang semakna dengannya, atau istilah min
al-kabâir dalam hadits nabi menunjukkan adanya tingkatan dosa besar.
Beberapa contoh dosa besar yang dijelaskan dalam al-Quran dan hadits
diantaranya: syirik, menyakiti kedua orang tua, memakan harta riba,
mengkonsumsi minuman keras (khamr), membunuh jiwa bukan karena alasan yang
benar, dan lain. Mafhum mukhalafah dari adanya dosa besar adalah ada
yang disebut dosa kecil, walaupun dalam teks al-Quran tidak ada istilah dzanban
shagîra. Seorang muslim dituntut menjauhi dosa besar dan kecil. Ketika
melakukan dosa besar segera bertaubat kepada Allah, dan diusahakan sekua
mungkin mengerjakan dosa kecil. Dalam sebuah keterangan dijelaskan:
Artinya:
“Tidak ada (disebut) dosa kecil kalau dikerjakan terus menerus (akhirnya
menjadi besar juga), dan tidak ada dosa besar kalau diiringi istighfar/
tobat(akhirnya akan terhapus juga)”.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar