1.TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
a.
Pengertian Belajar Menurut
Teori Behavioristik
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Yang terpenting
adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran
atau output yang berupa respons. STIMULUS adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman
kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan
RESPON adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan
oleh guru. Oleh sebab itu, stimulus dan respons harus dapat diamati dan dapat
diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
Faktor
lain yang juga dianggap penting oleh aliran behaviotistik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat, bila dikurangi (negative
reinforcement) responpun akan tetap dikuatkan. Jadi penguatan merupakan
suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau
dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respons.
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull,
Edwin Guthrie, dan Skiner.
b.
Teori Belajar Behavioristik
Menurut Para Ahli
1)
Teori Belajar Menurut Edward
Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
Teori ini sering disebut teori “Trial and Error” karena dalam proses
eksperimennya, thorndike mengalami proses trial and error berkali-kali
dan akhirnya berhasil menemukan 3 hukum pokok, yaitu:
a)
Hukum Latihan (The law of
exercise)
Proses pembelajaran
dibutuhkan adanya latihan untuk memperkuat hubungan antara stimulus dan
respon, oleh karena itu pemberian ulangan/tes yang diberikan oleh guru
merupakan implementasi dari hukum tersebut
b)
Hukum Akibat (The law of
effect)
Pemberian hadiah merupakan
tindakan yang menyenangkan, sehingga siswa cenderung mau melakukannya lagi, sebaliknya
pemberian hukuman adalah tindakan yang tidak menyenangkan, sehingga siswa
cenderung tidak mengulang atau menghentikan perbuatan yang dilakukannya.
c)
Hukum Kesiapan (The law of
readiness)
Belajar akan lebih
efektif apabila siswa memiliki kesiapan untuk belajar, baik kesiapan dari
aspek kematangan mental maupun kesiapan karena pemberian motivasi yang
diberikan oleh gurunya.
Thorndike juga menemukakan 4 hukum tambahan,
yaitu:
a)
Law of multiple response, yaitu individu mencoba
berbagai respon sebelum mendapat respon yag tepat;
b)
Law of attitude, yaitu pross belajar dapat
berlangsung bila ada kesiapan mental yang positif pada siswa;
c)
Law of partial activity, yaitu individu dapat bereaksi
secara selektif terhadap kemungkinan-kemngkinan yang ada dalam situasi
tertentu;
d)
Law of response by analogy, yaitu individu cenderung
mempunyai reaksi yang sama terhadap situasi baru yang mirip dengan situasi
yang dihadapinya waktu yang lalu.
2)
Teori Belajar Menurut John
Broades Watson (1878-1958)
Menurutnya,
belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus
dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati
(observabel) dan dapat diukur. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan
mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan
apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
3)
Teori Belajar Menurut Edwin Ray
Guthrie (1886-1959)
Dijelaskannya
bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara,
oleh sebab itu dalam kegiatan belajar siswa perlu sesering mungkin diberikan
stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap.
Dia
juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan
menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan
respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar.
4)
Teori Belajar Menurut Burrhusm
Frederic Skinner (1904-1990)
Skinner
merupakan tokoh behavioristik yang paling banyak diperbincangkan, karena konsep-konsepnya
mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh
sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat
menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif.
Skinner
juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai
alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Program-program
pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul, dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus–respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program-program pembelajaran yang dikemukakan oleh Skiner.
c.
Kelemahan Teori Belajar
Behavioristik
Kelemahan-kelemahan
dari teori ini, yakni :
1)
Teori behavioristik tidak mampu menjelaskan
situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau hal-hal yang
berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi
sekedar hubungan stimulus dan respon.
2)
Pandangan behavioristik ini juga kurang dapat
menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki
pengalaman penguatan yang sama.
3)
Teori behavioristik cenderung mengarahkan siswa
untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung
teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam
kegiatan belajar. Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting
dalam proses belajar, namun Skinner tidak sependapat, dengan beberapa alasan
:
1)
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku
sangat bersifat sementara.
2)
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan
terkondisi bila hukuman berlangsung lama.
3)
Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain
agar ia terbebas dari hukuman
Skinner
lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguatan negatif yang tidak
sama dengan hukuman.
d.
Aplikasi Teori Belajar
Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Ada
beberapa prinsip yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran,
diantaranya:
1)
Pemberian ulangan atau tes diperlukan untuk
melatih siswa dalam memahami hubungan antara pertanyaan dengan jawaban atau
hubungan antara masalah dengan solusinya;
2)
Dalam pembelajaran perlu adanya proses pengulangan
(repetition) materi, karena dapat membentuk pembiasaan;
3)
Pemberian stimulus yang menyenangkan terhadap
tindakan baik siswa, dilakukan untuk memotivasi agar terus mempertahankan
prestasinya, begitu sebaliknya.;
4)
Pemberian hukuman dan hadiah diperlukan dalam
rangka menciptakan disiplin kelas yang kondusif;
5)
Pemberian hadiah atau hukuman harus dilakukan
secara variatif, sehingga tidak menimbulkan kebosanan;
6)
Proses pembelajaran akan berjalan secara efektif
jika siswa memiliki kesiapan untuk mengikuti proses belajar menerima materi
yang baru.
2.TEORI BELAJAR KOGNITIF
a.
Pengertian Belajar Kognitif
Teori
belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajarnya. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya.
Belajar
merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima
dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan
terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan
pengalamanpengalaman sebelumnya
Pada
dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental
yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif
dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang
bersifat relatif dan berbekas (Given, 2014: 188).
Dalam
praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan
seperti: “Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J.
Piaget, Advance organizer oleh Ausubel, Pemahaman konsep oleh Bruner,
Hirarkhi belajar oleh Gagne, Webteaching oleh Norman, dan
sebagainya.
b.
Teori Belajar Kognitif Menurut
Para Ahli
1)
Teori Perkembangan Jean Piaget
(1896-1980)
Menurut
Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu
proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Ia
menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia
akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut
Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi
merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam
struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi
merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.
Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan
antara asimilasi dan akomodasi
Piaget
membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu:
a)
Tahap sensorimotor (umur 0-2
tahun)
Pertumbuhan
kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana.
Ciri pokoknya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah.
b)
Tahap preoperasional (umur
2-7/8 tahun)
Ciri pokok
perkembangannya adalah pada penggunaan simbol atau bahasa tanda, dan mulai
berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu
preoperasional (umur 2-4 tahun dan intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun).
c)
Tahap operasional konkrit (umur
7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Ciri pokok
perkembangannya adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas
dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
d)
Tahap Operasional formal (umur
11/12-18 tahun)
Ciri pokok
perkembangannya adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan
menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
Secara
umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin
teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru seharusnya memahami
tahap-tahap perkembangan kognitif para muridnya agar dalam merancang dan
melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahaptahap tersebut.
2)
Teori Belajar Menurut Jerome
Bruner (1915-2016)
Jerome Bruner menandai perkembangan kognitif
manusia sebagai berikut:
a)
Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya
kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
b)
Peningkatan pengetahuan tergantung pada
perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.
c)
Perkembangan intelektual meliputi perkembangan
kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain.
d)
Interaksi secara sistematis antara pembimbing,
guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
e)
Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena
bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia.
f)
Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan
untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang
tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.
Menurut Bruner
perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan
oleh caranya melihat lingkungan, yaitu; enactive, iconic, dan symbolic.
a)
Tahap enaktif, seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
b)
Tahap ikonik, seseorang memahami
obyek-obyek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
c)
Tahap simbolik, seseorang telah mampu
memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan logika
Bruner memandang
bahwa suatu konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu
konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: nama,
contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif, karakteristik, rentangan
karakteristik, kaidah.
3)
Teori Belajar Menurut David
Ausubel (1918-2008)
Menurut
Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada
siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang
telah ada yang meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari
dan diingat oleh siswa, maka dalam hal ini akan terjadi belajar bermakna.
Tetapi
siswa dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu tanpa
menghubungkan dengan pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognitifnya,
maka dalam hal ini akan terjadi belajar hafalan.
Bagi
Ausebel belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru
pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang.
Menurut
Ausubel dan juga Novak (1977), ada tiga kebaikan dalam belajar bermakna,
yaitu:
a)
Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih
lama dapat diingat,
b)
Informasi yang tersubsumsi berakibatkan pada
peningkatan deferensiasi dari subsume subsume, jadi memudahkan proses belajar
berikutnya untuk materi belajar yang mirip,
c)
Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi akan
mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.
Faktor
faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel ialah struktur
kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang
studi tertentu dan pada waktu tertentu.
Sedangkan
belajar hafalan akan terjadi bila dalam struktur kognitif seseorang tidak
terdapat konsep konsep relevan atau subsume-susumer relevan, informasi baru
dipelajari secara hafalan dan tidak ada usaha untuk mengasimilasikan
pengetahuan baru pada konsep konsep relevan yang sudah ada dalam struktur
kognitif.
4)
Teori Belajar menurut Gagne
(1916-2002)
Menurut Gagne
(dalam Dahar, 2011, hlm. 67), belajar konsep merupakan suatu bagian dari
suatu hierarki delapan bentuk belajar. Hierarki belajar dari Gagne tersebut
adalah:
a)
Belajar tanda sinyal (signal learning)
b)
Belajar stimulus respon (stimulus response learning)
c)
Belajar merangkai tingkah laku (behaviour chaining
learning)
d)
Belajar asosiasi verbal (verbal chaining learning)
e)
Belajar diskriminasi (discrimination learning)
f)
Belajar konsep (concept learning)
g)
Konsep terdefinisi
h)
Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Terkait dengan
hasil belajar, Gagne mengemukakan ada lima macam hasil belajar, tiga di
antaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi
bersifat psikomotorik (Dahar, 2011, hlm. 118).
Menurut
Gagne, ada 5 kemampuan hasil belajar, yaitu:
a)
Keterampilan intelektual
Keterampilan
intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya dengan
penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan.
b)
Strategi kognitif
Strategi kognitif
adalah suatu keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan
tertentu bagi belajar dan berpikir. Strategi kognitif dikelompokkan sesuai
dengan fungsinya, dan pengelompokkan yang disarankan oleh Weinstein dan Mayer adalah sebagai berikut:
(1)
Strategi menghafal
Siswa
melakukan latihan mereka sendiri tentang materi yang dipelajari.
(2)
Strategi elaborasi
Siswa
mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang
tersedia.
(3)
Strategi pengaturan
Menyusun
materi yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka teratur merupakan teknik
dasar strategi ini.
(4)
Strategi metakognitif
Meliputi
kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan
pencapaian tujuan itu, dan memilih alternatif-alternatif untuk mencapai
tujuan itu.
(5)
Strategi afektif
Teknik
ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian untuk
mengendalikan kemarahan dan menggunakan waktu secara efektif.
c)
Sikap
Sikap merupakan
pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang
terhadap benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya.
d)
Informasi verbal
Informasi verbal
diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah dan juga dari kata-kata yang
diucapkan orang, dari membaca, radio, televisi dan media lainnya.
e)
Keterampilan motorik
Keterampilan
motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik
yang digabung dengan keterampilan intelektual.
c.
Aplikasi Teori Belajar Kognitif
dalam Pembelajaran
Berdasarkan
beberapa teori, ada beberapa implikasi yang harus diterapkan dalam proses
pembelajaran, yaitu:
1)
Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, tetapi lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks;
2)
Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam
proses berpikirnya, tetapi mereka mengalami perkembangan kognitif melalui
tahap-tahap tertentu;
3)
Siswa harus diberikan kesempatan untuk belajar
sesuai dengan kemampuannya;
4)
Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan
dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit;
5)
Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif
seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya;
6)
Proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai
dalam kehidupannya;
7)
Perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap
perkembangan kognitif seorang anak;
8)
Penyusunan materi pelajaran harus diatur dari yang
sudah diketahui menuju kepada yang baru, dari yang sederhana menuju kepada
yang kompleks, dan dari yang mudah menuju kepada yang sulit;
9)
Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada
belajar menghafal;
10)
Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu
diperhatikan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar