1. KONSEP IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR
a.
Makna
Qadha’ dan Qadar
1) Makna Qadar
Secara bahasa Qadar
berarti: Taqdiir (Kepastian), tafkir fii taswiyatil umuur
(berfikir/reflesi dalam menyamakan suatu hal), Mablaghu Sya-i
(ukuran/Jumlah sesuatu/benda) dan Hukum.
Sedangkan secara
istilah adalah pengetahuan Allah tentang segala hal yang terjadi sebelum hal
tersebut terjadi, dan mengetahui kapan terjadinya kejadian tersebut secara
akurat, beserta sifat-sifat dan karakteristiknya, serta segala kejadian telah
ditulis oleh Allah di Lauh Mahfudz.
Di dalam Al-Qur’an
kata Al-Qadar muncul dalam beberapa bentuk dan makna antara lain:
a) At-Tadyiq (menyempitkan). Qs
Al-Fajr: 16;
Artinya:
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata:
"Tuhanku menghinakanku".
b) At-Ta’dhim (mengagungkan) Qs.
Al-An’am: 91;
Artinya:
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di
kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada
manusia...
c) Al-Istito’ah Wa at-Taghalub wa At-tamakun.
Qs. Al-Maidah: 34;
Artinya:
Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat
menguasai (menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
d) At-Tadbir (mengatur). QS.
Al-Mursalat: 23;
Artinya:
Lalu Kami tentukan (bentuknya), Maka Kami-lah Sebaik-baik yang menentukan.
e) At-Tahdid (membatasi). QS.
Saba: 18:
Artinya:
Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan
berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara
negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. berjalanlah kamu di kota-kota itu
pada malam hari dan siang hari dengan dengan aman.
f) Al-Iradah (kehendak). QS.
Al-Qomar: 12;
Artinya:
Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, Maka bertemulah
air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan.
g) Al-Qadha’ wal Ihkam
(menetapkan atau menghukumi)Qs. Al-Waqi’ah: 60;
Artinya: Kami telah menentukan kematian
di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan,
h) As-Sun’u bi maqadir mu’ayyanah
(menjadikan dengan ukuran tertentu). Qs. Al insan: 16;
Artinya:
(yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka
dengan sebaik-baiknya. Dan lain sebagainya.
2) Makna Qadha’
Qadha’
secara bahasa berarti: Al-Hukmu, As-Shan’u, Al-Hatmu, albayan.
Sedangkan secara Istilah adalah hukum atau ketentuan Allah atas makhluknya
dan perwujudan atau realisasi dari ketentuan tersebut. Kata Qadha’
dalam al-Qur’an digunakan dalam menunjukkan beberapa arti :
a) Al-Wasiyah wal Amr
(wasiat dan perintah). Qs. Al-Isra: 23;
Artinya: dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau
Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang
mulia.
b) Al-Ikhbar (mengabarkan). Qs.
Al isra’: 4;
Artinya: Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani
Israil dalam kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di
muka bumi ini dua kali[848] dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan
kesombongan yang besar".
c) Al-Faragh
(selesai/menyelesaikan). Qs. Al baqarah: 200;
Artinya: Apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu
menyebut-nyebut (membanggabanggakan) nenek moyangmu[126], atau (bahkan)
berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang
bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia", dan
Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
d) Al-Fi’lu (melaksanakan). Qs.
Thaha: 72;
Artinya: Mereka berkata: "Kami sekali-kali
tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang
telah datang kepada Kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; Maka
putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat
memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja.
e) Al-Wujub wal Hatmu (wajib).
Qs. Yusuf: 41;
Artinya: Hai kedua penghuni penjara:
"Adapun salah seorang diantara kamu berdua, akan memberi minuman tuannya
dengan khamar; Adapun yang seorang lagi Maka ia akan disalib, lalu burung
memakan sebagian dari kepalanya. telah diputuskan perkara yang kamu berdua
menanyakannya (kepadaku)."
f)
Al-Kitabah
(Tulisan atau berarti telah ditentukan sebelumnya). Qs. Maryam: 21;
Artinya: Jibril berkata:
"Demikianlah". Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah
bagiku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan
sebagai rahmat dari kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah
diputuskan".
g) Al-Itmam (menyempurnakan). Al
Qashas: 28-29;
Artinya: Dia
(Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. mana saja dari
kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, Maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku (lagi). dan Allah adalah saksi atas apa yang kita
ucapkan". Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan
dan Dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia
berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), Sesungguhnya aku
melihat api, Mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari
(tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan
badan".
h) Al-Fasl (pemisah). Qs. Az
zumar: 69;
Artinya: dan
terang benderanglah bumi (padang Mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya;
dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masingmasing) dan didatangkanlah
Para Nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil,
sedang mereka tidak dirugikan.
i)
Al-Kholqu
(penciptaan/menciptakan). Qs. Fushilat: 12;
Artinya: Kepunyaan-Nya-lah
perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha mengetahui
segala sesuatu.
j)
Al-qotlu
(membunuh). Qs. Al qashas: 15;
Artinya: Dan Musa
masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, Maka didapatinya di
dalam kota itu dua orang laki-laki yang ber- kelahi; yang seorang dari
golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum 7 Fir'aun).
Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah
musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).
Demikianlah iman
kepada takdir, mempunyai arti bahwa kita tetap berusaha, tetapi juga memohon
kepada Allah agar usaha kita itu menghasilkan takdir baik. Kita juga disuruh
untuk menghindari semua perbuatan buruk, karena yang demikian merugikan kita
sendiri.
b. Perbedaan Qadha’ dan Qadar
Ulama berbeda
pandangan terkait apakah Qadha’ dan Qodar berbeda secara istilah atau sama.
antara lain:
1)
Mengatakan
bahwa Qadar adalah ketetapan Allah sejak zaman azali, sedangkan Qadha’ adalah
kejadian yang menimpa makhluk sesuai dengan ketetapan Allah.
2)
Menyatakan
sebaliknya, Qadha’ adalah ketetapan Allah sejak zaman azali, dan qadar adalah
ketentuan Tuhan dalam kenyataan
3)
Bahwa dua kata
tersebut adalah sama tidak berbeda sama sekali
c.
Rukun
Iman Kepada Qadha’ dan Qadar
Ada 4 tingkatan yang
menjadi prinsip dasar atau rukun dari iman kepada Qadha’ dan Qadar yaitu:
1) al-‘ilmu, yaitu percaya dengan
‘ilmu (Pengetahuan) Allah yang mendahului segala kejadian. Meyakini bahwa
Ilmu (pengetahuan) Allah itu sangat luas meliputi segala sesuatu yang ada di
alam semesta, apa yang belum terjadi dan apa yang akan terjadi.
2) al-Kitabah, yaitu percaya dan
yakin bahwa Allah telah menuliskan segala sesuatu sebelum segala sesuatu
tersebut terjadi. Meyakini bahwa Allah telah menuliskan segala sesuatu bahkan
hal-hal spesifik pada setiap makhluk-Nya di Lauh mahfudz sejak sebelum
dilahirkan hingga nanti di hari kiamat
3) Al-Masyi’ah, yaitu percaya
kehendak Allah yang berlaku pada setiap makhluk-Nya. Yaitu percaya bahwa
kehendak Allah yang menjadi penentu atau pengendali nasib setiap makhluk, apa
yang dikehendaki Allah terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak
terjadi.
4) Al-Khalqu (penciptaan), yaitu
percaya bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu.
d.
Hal-Hal
Yang Terkait dengan Pembahasan Qadha’ dan Qadar
1) Bebaskah Manusia atau Terikat?
Sudah lama menjadi
renungan manusia mengenai bebaskah atau terikatkah dia dalam kehidupan di
dunia ini. Sebelum adanya kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa, terlebih dahulu
pertanyaan tentang bebas atau tidak inilah yang timbul dalam pikiran manusia,
sejak pikiran itu tumbuh.
Bila dipikir dan
direnungkan, manusia tidaklah bebas di dunia ini. Sebagai contoh seseorang
manusia ke lahir dunia ini tidaklah atas kehendaknya sendiri. Bahkan orang
tua, lingkungan, zaman dan tempat dia dilahirkanpun tidak bisa diusahakan.
Rupa dan bentuk bukanlah pilihan kita. Masih banyak contoh lain, seperti
keinginan, pekerjaan, rezeki, pangkat/kedudukan bahkan kematian kita tidak
bisa bebas menentukan sendiri.
Perdebatan masalah
ini akhirnya menjadi salah satu objek penting dalam ilmu kalam yang
memunculkan beberapa kelompok, antara lain:
1) kelompok yang mengatakan manusia ini dalam
perbuatannya terikat dan hanya seperti ”wayang” yang mengikuti dalang (Jabariyah),
2) kelompok yang berpendapat bahwa manusia ini punya
kebebasan dan kekuasaan dalam perbuatannya kelompok (Qodariyah)
3) Kelompok yang mengambil jalan tengah, bahwa
manusia punya kehendak akan tetapi manusia juga terikat dengan ketentuan dan
ketetapan Qadha’ dan Qadar Allah (Ahlu sunnah Wal Jama’ah).
4) Hukum Sebab dan Akibat
Manusia telah
menggunakan pikiran dan akalnya buat mencari pokok pangkal segala sesuatu.
Timbullah suatu istilah dalam alam filsafat yang terkenal dengan kata ”sebab-akibat”.
Dalam ilmu kalam istilah yang populer digunakan adalah illat dan ma’lul.
Salah satu contoh
hubungan sebab akibat, yakni seorang anak menjadi orang baik, karena
lingkungannya adalah baik. Ayahnya adalah orang baik dan masyarakat
lingkungannyapun baik pula. Ayah dan lingkungan yang baik menyebabkan seorang
anak menjadi baik.
Bila mana hukum ”sebab
akibat” itu kita teliti sampai kepada hulunya, kita akan bertemu dengan
sebab pertama yang bernama ”Yang menyebabkan segala sebab” atau
”Musabbibul Asbab”. Pada akhirnya kita akan mengakui bahwa masih ada
pencipta yang disebut sebagai Sebab Pertama Yang Maha Berkuasa menentukan
pembagian sebab. Pada-Nya terhimpun segala qudrat. Kesanggupan kita hanya
menelaah saja, tetapi tidak sanggup turut menentukan sebab pertama itu. Sebab
akibat yang dapat kita ketahuipun hanyalah yang dapat kita lihat. Alangkah
kecilnya diri kita, buat sanggup melihat segala soal didalam alam yang maha
luas ini.
5) Adakah Manusia Bebas dan Kuasa ?
Kita bebas hanyalah
dalam lingkungan qudrat dan iradat Tuhan. Sebagaimana sudah lama menjadi
bahan diskusi ahli-ahli pikir, baik dalam dunia filsafat ataupun dalam dunia
agama. Di dalam Islam, ada dua aliran besar yang begitu intens membicarakan
hal tersebut, yakni Qodariyah dengan Jabariyah.
Kaum Qadariyah yang
awalnya menolak adanya qadar dalam diri manusia, belakangan berubah
pengertian, yakni berpandangan bahwa manusia bebas mempergunakan pikiran dan
berbuat sendiri. Buruk dan baik nasib kita, janganlah selalu
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. “Nasib kita adalah di tangan kita
sendiri”.
Adapun kaum
Jabariyah, mencabut segala daya dan upaya dari diri manusia. Kita di dunia
ini hanyalah ibarat kapas diterbangkan angin. Angin takdir yang mutlak dan
seragam. Sehingga jika kita baik, adalah baik karena taqdir Tuhan, bukan
karena ikhtiar usaha kita. Jika kita menjadi jahat, adalah karena ditaqdirkan
jahat oleh Tuhan. Miskin dan kaya, naik dan jatuh, mulia dan hina, semuanya
mutlak di bawah kuasa Tuhan Semesta Alam.
Pendirian Jabariyah,
atau disebut Jahmiyah, bertentangan dengan pendirian Qadariyah, terutama bagi
orang yang lemah imannya. Apalah artinya kita berusaha didalam hidup ini.
Karena kita hanyalah menjalankan taqdir yang tertulis saja.
6) Manusia sebagai sebahagian dari alam
Tuhan mempunyai peraturan
sendiri untuk mengatur alam yang maha luas itu. Pokok undangundang dasar yang
meliputi semuanya ialah qudrat dan iradat. Qudrat dan iradat berkembang
kepada beberapa jalan, yang dinamai sunnatullah.
Manusia adalah
sebahagian dari alam, yang ditempa dari tanah, sebagaimana halnya benda-benda
bernyawa yang lain, dalam bumi. Kepada manusia, Tuhan memberikan akal, suatu
alat yang belum diberikan Tuhan kepada yang lain.
Akal adalah kepunyaan
Allah yang dipinjamkan- Nya kepada diri manusia, karena akal itu akan
dipergunakan oleh manusia dalam memahami Allah, yakni qudrat iradat-Nya yang
lebih besar, lebih tinggi dan lebih jauh dalam keseluruhannya.
7) Adil atau Aniaya
Jika cara berpikir manusia
hanya menurut ukuran diri sendiri, tidak dibawa kepada ukuran yang lebih
besar, segala sesuatu akan tampak tidak adil. Ketidakadilan bukanlah terdapat
dalam soal itu sendiri, akan tetapi terdapat dalam jiwa manusia, karena
manusia bersangkutan egoistis sendiri. Contoh sederhana; “yaitu pada setiap
tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan RI dan
menjadikannya HariBesar Nasional. Hari itu merupakan hari di mana bangsa
Indonesia dibebaskan dari penjajah. Tetapi dalam hati bangsa Belanda, justru
hari itu adalah hari perkabungan”
Orang Indonesia dan orang
Belanda pun adalah hamba Tuhan. Demikianlah perbandingan tinjauan atas
keadilan kalau diserahkan kepada bangsa-bangsa, dan lebih dari demikian kalau
diserahkan kepada perseorangan setiap manusia. Oleh sebab itu, keputusan
tentang adil dan tidak adil, nyatalah sebuah diskusi yang mendapat jalan
buntu jika diserahkan kepada ”banyak tangan”.
8) Manusia Tidak Berkuasa?
Manusia diberi akal.
Tetapi kebebasan dan kemerdekaan itu amat terbatas. Kekuasaan tertinggi dan
mutlak tetaplah di tangan Tuhan. Kadang manusia tidak sadar akan hal itu,
maka Tuhan mendatangkan para Rasul, Nabi dan Kitab-Kitab, untuk menuntun
kesadaran manusia tadi. Akal itu adalah pemberian Allah kepada manusia untuk
dijadikan sebagai alat mencapai rahasia Sunnah Allah yang maha besar dan maha
luas.
9) Ayat-ayat taqdir dan ikhtiar
Ada beberapa ayat
al-Qur’an yang menunjukkan kecenderungan umat manusia dalam menggunakan
pikirnya. Beberapa di antaranya disalinkan di bawah ini:
a) Ayat-ayat taqdir
Artinya:
Telah mengunci Allah atas hati mereka dan atas pendengaran mereka, dan
atas penglihatan mereka telah tertutup, dan bagi mereka azab yang berat
(Al- Baqarah : 7)20
Artinya:
Dan tidaklah akan memberi manfaat kepada kamu nasihat-nasihatku sekalipun
aku mau memberi nasihat kepada kamu jika Allah ta’ala berkehendak menyesatkan
kamu. Dialah Tuhan kamu dan kepadaNyalah kamu akan kembali semuanya (Q.S
Hud : 34)
b) Ayat-ayat
ikhtiar
Artinya:
Sesungguhnya kami, telah menunjukkan kepadanya jalan lurus. Ada yang
bersyukur dan ada pula yang kufur (Q.S Ad-Dahr : 3) 21
Artinya: Sungguh,
inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah oleh kamu akan di. Dan janganlah
mengikut jalan-jalan lain, yang akan menceraiberaikan kamu dari jalanNya. Demikianlah
diwasiatkanNya kepadamu supaya kamu bertaqwa (Q.S al-An’am: 153)
Kedua pasangan ayat ini, ayat taqdir
dan ayat ikhtiar, adalah benar. Keduanya dalam al-Qur’an, dan tidak ada
perlawanan. Kalau timbul persangkaan bahwa dia berlawanan, bukanlah seperti
yang demikian adanya, melainkan pikiran kita yang memikirkannya justru yang
berlawanan.
e.
Hikmah
Iman kepada Qadha’ dan Qadar
Diantara hikmah yang dapat kita petik dari iman
kepada qadha’ dan Qadar adalah:
1) Tawakkal kepada Allah ketika melakukan Usaha,
dan tidak menggantungkan pada Usaha tersebut. Karena segala sesuatu terjadi
pada hakikatnya karena kehendak Allah.
2) Menjadikan manusia tidak merasa sombong dan ujub
jika maksud usahanya tercapai, karena dia yakin bahwa keberhasilannya adalah
karunia dari Allah dan telah ditakdirkan oleh Allah.
3) Tenang dan nyaman (secara psikologis)
dengan apa yang terjadi padanya yang merupakan takdir Tuhan Yang Maha Kuasa.
4) Menganggap ringan dan menerima setiap musibah
dengan ridho, karena yakin bahwa itu merupakan ketentuan Allah.
5) Dapat menjauhkan diri dari perbuatan Syirik,
karena ia meyakini bahwa alam semesta beserta isinya ini berasal dari tuhan
Yang Esa dan satu-satunya Tuhan yang wajib disembah.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar