RESUME AKIDAH DAN RUKUN IMAN 4

 

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

 

A.  Judul Modul           : AKIDAH DAN RUKUN IMAN

B.  Kegiatan Belajar : Hakikat Iman Kepada Qadha’ dan Qadar (KB 4)

C.  Refleksi

NO

BUTIR REFLEKSI

RESPON/JAWABAN

1

Peta Konsep (Beberapa istilah dan definisi) di modul bidang studi

1.     KONSEP IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR

a.    Makna Qadha’ dan Qadar

1)   Makna Qadar

Secara bahasa Qadar berarti: Taqdiir (Kepastian), tafkir fii taswiyatil umuur (berfikir/reflesi dalam menyamakan suatu hal), Mablaghu Sya-i (ukuran/Jumlah sesuatu/benda) dan Hukum.

Sedangkan secara istilah adalah pengetahuan Allah tentang segala hal yang terjadi sebelum hal tersebut terjadi, dan mengetahui kapan terjadinya kejadian tersebut secara akurat, beserta sifat-sifat dan karakteristiknya, serta segala kejadian telah ditulis oleh Allah di Lauh Mahfudz.

Di dalam Al-Qur’an kata Al-Qadar muncul dalam beberapa bentuk dan makna antara lain:

a)   At-Tadyiq (menyempitkan). Qs Al-Fajr: 16;

Artinya: Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: "Tuhanku menghinakanku".

b)   At-Ta’dhim (mengagungkan) Qs. Al-An’am: 91;

Artinya: Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia...

c)    Al-Istito’ah Wa at-Taghalub wa At-tamakun. Qs. Al-Maidah: 34;

Artinya: Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

d)   At-Tadbir (mengatur). QS. Al-Mursalat: 23;

Artinya: Lalu Kami tentukan (bentuknya), Maka Kami-lah Sebaik-baik yang menentukan.

e)    At-Tahdid (membatasi). QS. Saba: 18:

Artinya: Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan siang hari dengan dengan aman.

f)     Al-Iradah (kehendak). QS. Al-Qomar: 12;

Artinya: Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, Maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan.

g)   Al-Qadha’ wal Ihkam (menetapkan atau menghukumi)Qs. Al-Waqi’ah: 60;

 Artinya: Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan,

h)   As-Sun’u bi maqadir mu’ayyanah (menjadikan dengan ukuran tertentu). Qs. Al insan: 16;

Artinya: (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. Dan lain sebagainya.

2)   Makna Qadha’

Qadha’ secara bahasa berarti: Al-Hukmu, As-Shan’u, Al-Hatmu, albayan. Sedangkan secara Istilah adalah hukum atau ketentuan Allah atas makhluknya dan perwujudan atau realisasi dari ketentuan tersebut. Kata Qadha’ dalam al-Qur’an digunakan dalam menunjukkan beberapa arti :

a)      Al-Wasiyah wal Amr (wasiat dan perintah). Qs. Al-Isra: 23;

Artinya: dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.

b)      Al-Ikhbar (mengabarkan). Qs. Al isra’: 4;

Artinya: Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali[848] dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar".

c)      Al-Faragh (selesai/menyelesaikan). Qs. Al baqarah: 200;

Artinya: Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membanggabanggakan) nenek moyangmu[126], atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia", dan Tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.

d)      Al-Fi’lu (melaksanakan). Qs. Thaha: 72;

Artinya: Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada Kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja.

e)      Al-Wujub wal Hatmu (wajib). Qs. Yusuf: 41;

Artinya: Hai kedua penghuni penjara: "Adapun salah seorang diantara kamu berdua, akan memberi minuman tuannya dengan khamar; Adapun yang seorang lagi Maka ia akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya. telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku)."

f)        Al-Kitabah (Tulisan atau berarti telah ditentukan sebelumnya). Qs. Maryam: 21;

Artinya: Jibril berkata: "Demikianlah". Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah bagiku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan".

g)      Al-Itmam (menyempurnakan). Al Qashas: 28-29;

 Artinya: Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, Maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan". Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan Dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), Sesungguhnya aku melihat api, Mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan".

h)      Al-Fasl (pemisah). Qs. Az zumar: 69;

 Artinya: dan terang benderanglah bumi (padang Mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masingmasing) dan didatangkanlah Para Nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.

i)        Al-Kholqu (penciptaan/menciptakan). Qs. Fushilat: 12;

 Artinya: Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala sesuatu.

j)        Al-qotlu (membunuh). Qs. Al qashas: 15;

 Artinya: Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, Maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang ber- kelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum 7 Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).

Demikianlah iman kepada takdir, mempunyai arti bahwa kita tetap berusaha, tetapi juga memohon kepada Allah agar usaha kita itu menghasilkan takdir baik. Kita juga disuruh untuk menghindari semua perbuatan buruk, karena yang demikian merugikan kita sendiri.

b.   Perbedaan Qadha’ dan Qadar

Ulama berbeda pandangan terkait apakah Qadha’ dan Qodar berbeda secara istilah atau sama. antara lain:

1)   Mengatakan bahwa Qadar adalah ketetapan Allah sejak zaman azali, sedangkan Qadha’ adalah kejadian yang menimpa makhluk sesuai dengan ketetapan Allah.

2)   Menyatakan sebaliknya, Qadha’ adalah ketetapan Allah sejak zaman azali, dan qadar adalah ketentuan Tuhan dalam kenyataan

3)   Bahwa dua kata tersebut adalah sama tidak berbeda sama sekali

c.    Rukun Iman Kepada Qadha’ dan Qadar

Ada 4 tingkatan yang menjadi prinsip dasar atau rukun dari iman kepada Qadha’ dan Qadar yaitu:

1)   al-‘ilmu, yaitu percaya dengan ‘ilmu (Pengetahuan) Allah yang mendahului segala kejadian. Meyakini bahwa Ilmu (pengetahuan) Allah itu sangat luas meliputi segala sesuatu yang ada di alam semesta, apa yang belum terjadi dan apa yang akan terjadi.

2)   al-Kitabah, yaitu percaya dan yakin bahwa Allah telah menuliskan segala sesuatu sebelum segala sesuatu tersebut terjadi. Meyakini bahwa Allah telah menuliskan segala sesuatu bahkan hal-hal spesifik pada setiap makhluk-Nya di Lauh mahfudz sejak sebelum dilahirkan hingga nanti di hari kiamat

3)   Al-Masyi’ah, yaitu percaya kehendak Allah yang berlaku pada setiap makhluk-Nya. Yaitu percaya bahwa kehendak Allah yang menjadi penentu atau pengendali nasib setiap makhluk, apa yang dikehendaki Allah terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak terjadi.

4)   Al-Khalqu (penciptaan), yaitu percaya bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu.

d.   Hal-Hal Yang Terkait dengan Pembahasan Qadha’ dan Qadar

1)   Bebaskah Manusia atau Terikat?

Sudah lama menjadi renungan manusia mengenai bebaskah atau terikatkah dia dalam kehidupan di dunia ini. Sebelum adanya kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa, terlebih dahulu pertanyaan tentang bebas atau tidak inilah yang timbul dalam pikiran manusia, sejak pikiran itu tumbuh.

Bila dipikir dan direnungkan, manusia tidaklah bebas di dunia ini. Sebagai contoh seseorang manusia ke lahir dunia ini tidaklah atas kehendaknya sendiri. Bahkan orang tua, lingkungan, zaman dan tempat dia dilahirkanpun tidak bisa diusahakan. Rupa dan bentuk bukanlah pilihan kita. Masih banyak contoh lain, seperti keinginan, pekerjaan, rezeki, pangkat/kedudukan bahkan kematian kita tidak bisa bebas menentukan sendiri.

Perdebatan masalah ini akhirnya menjadi salah satu objek penting dalam ilmu kalam yang memunculkan beberapa kelompok, antara lain:

1)   kelompok yang mengatakan manusia ini dalam perbuatannya terikat dan hanya seperti ”wayang” yang mengikuti dalang (Jabariyah),

2)   kelompok yang berpendapat bahwa manusia ini punya kebebasan dan kekuasaan dalam perbuatannya kelompok (Qodariyah)

3)   Kelompok yang mengambil jalan tengah, bahwa manusia punya kehendak akan tetapi manusia juga terikat dengan ketentuan dan ketetapan Qadha’ dan Qadar Allah (Ahlu sunnah Wal Jama’ah).

4)   Hukum Sebab dan Akibat

Manusia telah menggunakan pikiran dan akalnya buat mencari pokok pangkal segala sesuatu. Timbullah suatu istilah dalam alam filsafat yang terkenal dengan kata ”sebab-akibat”. Dalam ilmu kalam istilah yang populer digunakan adalah illat dan ma’lul.

Salah satu contoh hubungan sebab akibat, yakni seorang anak menjadi orang baik, karena lingkungannya adalah baik. Ayahnya adalah orang baik dan masyarakat lingkungannyapun baik pula. Ayah dan lingkungan yang baik menyebabkan seorang anak menjadi baik.

Bila mana hukum ”sebab akibat” itu kita teliti sampai kepada hulunya, kita akan bertemu dengan sebab pertama yang bernama ”Yang menyebabkan segala sebab” atau ”Musabbibul Asbab”. Pada akhirnya kita akan mengakui bahwa masih ada pencipta yang disebut sebagai Sebab Pertama Yang Maha Berkuasa menentukan pembagian sebab. Pada-Nya terhimpun segala qudrat. Kesanggupan kita hanya menelaah saja, tetapi tidak sanggup turut menentukan sebab pertama itu. Sebab akibat yang dapat kita ketahuipun hanyalah yang dapat kita lihat. Alangkah kecilnya diri kita, buat sanggup melihat segala soal didalam alam yang maha luas ini.

5)   Adakah Manusia Bebas dan Kuasa ?

Kita bebas hanyalah dalam lingkungan qudrat dan iradat Tuhan. Sebagaimana sudah lama menjadi bahan diskusi ahli-ahli pikir, baik dalam dunia filsafat ataupun dalam dunia agama. Di dalam Islam, ada dua aliran besar yang begitu intens membicarakan hal tersebut, yakni Qodariyah dengan Jabariyah.

Kaum Qadariyah yang awalnya menolak adanya qadar dalam diri manusia, belakangan berubah pengertian, yakni berpandangan bahwa manusia bebas mempergunakan pikiran dan berbuat sendiri. Buruk dan baik nasib kita, janganlah selalu dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. “Nasib kita adalah di tangan kita sendiri”.

Adapun kaum Jabariyah, mencabut segala daya dan upaya dari diri manusia. Kita di dunia ini hanyalah ibarat kapas diterbangkan angin. Angin takdir yang mutlak dan seragam. Sehingga jika kita baik, adalah baik karena taqdir Tuhan, bukan karena ikhtiar usaha kita. Jika kita menjadi jahat, adalah karena ditaqdirkan jahat oleh Tuhan. Miskin dan kaya, naik dan jatuh, mulia dan hina, semuanya mutlak di bawah kuasa Tuhan Semesta Alam.

Pendirian Jabariyah, atau disebut Jahmiyah, bertentangan dengan pendirian Qadariyah, terutama bagi orang yang lemah imannya. Apalah artinya kita berusaha didalam hidup ini. Karena kita hanyalah menjalankan taqdir yang tertulis saja.

6)   Manusia sebagai sebahagian dari alam

Tuhan mempunyai peraturan sendiri untuk mengatur alam yang maha luas itu. Pokok undangundang dasar yang meliputi semuanya ialah qudrat dan iradat. Qudrat dan iradat berkembang kepada beberapa jalan, yang dinamai sunnatullah.

Manusia adalah sebahagian dari alam, yang ditempa dari tanah, sebagaimana halnya benda-benda bernyawa yang lain, dalam bumi. Kepada manusia, Tuhan memberikan akal, suatu alat yang belum diberikan Tuhan kepada yang lain.

Akal adalah kepunyaan Allah yang dipinjamkan- Nya kepada diri manusia, karena akal itu akan dipergunakan oleh manusia dalam memahami Allah, yakni qudrat iradat-Nya yang lebih besar, lebih tinggi dan lebih jauh dalam keseluruhannya.

7)   Adil atau Aniaya

Jika cara berpikir manusia hanya menurut ukuran diri sendiri, tidak dibawa kepada ukuran yang lebih besar, segala sesuatu akan tampak tidak adil. Ketidakadilan bukanlah terdapat dalam soal itu sendiri, akan tetapi terdapat dalam jiwa manusia, karena manusia bersangkutan egoistis sendiri. Contoh sederhana; “yaitu pada setiap tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan RI dan menjadikannya HariBesar Nasional. Hari itu merupakan hari di mana bangsa Indonesia dibebaskan dari penjajah. Tetapi dalam hati bangsa Belanda, justru hari itu adalah hari perkabungan”

Orang Indonesia dan orang Belanda pun adalah hamba Tuhan. Demikianlah perbandingan tinjauan atas keadilan kalau diserahkan kepada bangsa-bangsa, dan lebih dari demikian kalau diserahkan kepada perseorangan setiap manusia. Oleh sebab itu, keputusan tentang adil dan tidak adil, nyatalah sebuah diskusi yang mendapat jalan buntu jika diserahkan kepada ”banyak tangan”.

8)   Manusia Tidak Berkuasa?

Manusia diberi akal. Tetapi kebebasan dan kemerdekaan itu amat terbatas. Kekuasaan tertinggi dan mutlak tetaplah di tangan Tuhan. Kadang manusia tidak sadar akan hal itu, maka Tuhan mendatangkan para Rasul, Nabi dan Kitab-Kitab, untuk menuntun kesadaran manusia tadi. Akal itu adalah pemberian Allah kepada manusia untuk dijadikan sebagai alat mencapai rahasia Sunnah Allah yang maha besar dan maha luas.

9)   Ayat-ayat taqdir dan ikhtiar

Ada beberapa ayat al-Qur’an yang menunjukkan kecenderungan umat manusia dalam menggunakan pikirnya. Beberapa di antaranya disalinkan di bawah ini:

a)   Ayat-ayat taqdir

Artinya: Telah mengunci Allah atas hati mereka dan atas pendengaran mereka, dan atas penglihatan mereka telah tertutup, dan bagi mereka azab yang berat (Al- Baqarah : 7)20

Artinya: Dan tidaklah akan memberi manfaat kepada kamu nasihat-nasihatku sekalipun aku mau memberi nasihat kepada kamu jika Allah ta’ala berkehendak menyesatkan kamu. Dialah Tuhan kamu dan kepadaNyalah kamu akan kembali semuanya (Q.S Hud : 34)

b)    Ayat-ayat ikhtiar

Artinya: Sesungguhnya kami, telah menunjukkan kepadanya jalan lurus. Ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur (Q.S Ad-Dahr : 3)  21

 Artinya: Sungguh, inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah oleh kamu akan di. Dan janganlah mengikut jalan-jalan lain, yang akan menceraiberaikan kamu dari jalanNya. Demikianlah diwasiatkanNya kepadamu supaya kamu bertaqwa (Q.S al-An’am: 153)

Kedua pasangan ayat ini, ayat taqdir dan ayat ikhtiar, adalah benar. Keduanya dalam al-Qur’an, dan tidak ada perlawanan. Kalau timbul persangkaan bahwa dia berlawanan, bukanlah seperti yang demikian adanya, melainkan pikiran kita yang memikirkannya justru yang berlawanan.

e.    Hikmah Iman kepada Qadha’ dan Qadar

Diantara hikmah yang dapat kita petik dari iman kepada qadha’ dan Qadar adalah:

1)   Tawakkal kepada Allah ketika melakukan Usaha, dan tidak menggantungkan pada Usaha tersebut. Karena segala sesuatu terjadi pada hakikatnya karena kehendak Allah.

2)   Menjadikan manusia tidak merasa sombong dan ujub jika maksud usahanya tercapai, karena dia yakin bahwa keberhasilannya adalah karunia dari Allah dan telah ditakdirkan oleh Allah.

3)   Tenang dan nyaman (secara psikologis) dengan apa yang terjadi padanya yang merupakan takdir Tuhan Yang Maha Kuasa.

4)   Menganggap ringan dan menerima setiap musibah dengan ridho, karena yakin bahwa itu merupakan ketentuan Allah.

5)   Dapat menjauhkan diri dari perbuatan Syirik, karena ia meyakini bahwa alam semesta beserta isinya ini berasal dari tuhan Yang Esa dan satu-satunya Tuhan yang wajib disembah.

2

Daftar materi bidang studi yang sulit dipahami pada modul

1.     Cukup jelas

3

Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran

1.     Qudrat, Iradat, Qadha` dan Qadar.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

  PENERAPAN STRATEGI QSH   SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA MAPEL AKIDAH AKHLAK KELAS IV MI TARBIYATUL   ISLAMIYAH WINONG...