1.
Akidah Islam
a.
Pengertian Akidah Islam
Akidah
secara etimologi berasal dari kata ‘aqd yang berarti ikatan.”
Ungkapan kalimat إعتقدت كذا “Artinya saya ber-i’tiqad begini.
Maksudnya, saya mempercayai dan meyakini kebenaran ajaran-ajaran agama ini
dengan sepenuh hati saya. Kata ‘aqd menurut Raghib al-Asfahani
adalah mengikat dua ujung dari sesuatu dengan kuat dan tidak mudah lepas.
Akidah
secara terminologi adalah suatu kepercayaan yang diyakini kebenarannya oleh
seseorang yang mempengaruhi (mengikat) cara ia berfikir, berucap dan berbuat
dan merupakan perbuatan hati. Oleh karena itu muslim yang berakidah berarti
orang Islam yang telah mengikatkan keyakinan hatinya dengan ajaran-ajaran
Islam dengan kuat tanpa ada keraguan sedikitpun.
Menurut
Yusuf Qardawi, akidah adalah suatu kepercayaan yang meresap ke dalam
hati dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan keraguan serta menjadi
alat kontrol bagi tingkah laku dan perbuatan sehari- hari. Jika kata Akidah
diikuti dengan kata Islam, maka berarti ikatan keyakinan yang berdasarkan ajaran
Islam.
Akidah
Islam
mengandung arti ketertundukan hati yang melahirkan dan merefleksikan,
kepatuhan, kerelaan dan keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah swt. Oleh
sebab itu, seseorang yang berakidah Islamiyah yang benar adalah seseorang
yang keterkaitan antara hati, ucapan dan perbuatannya secara kuat dan padu
terhadap ajaran Islam.
b.
Sumber Akidah Islam
Akidah
Islam bersumber dari al-Qur’an, al-Hadis dan Ijtihad (dengan
kemampuan akal yang sehat), sehingga mayoritas ulama berpendapat bahwa
rukun iman berjumlah enam. Lima dijelaskan oleh Allah dalam QS. al-Baqarah
[2]: 173
Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajah kamu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi”
Adapun
rukun yang keenam yaitu iman kepada qadar didasarkan kepada hadis Nabi :
Artinya:
“Hendaklah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitabkitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian dan hendaknya pula kamu
beriman kepada qadar baik maupun buruk.”
2.
Iman, Islam, dan Ihsan
a.
Iman
Iman artinya percaya dengan sepenuh
hati. Rukun iman artinya dasar iman atau tiang iman. Disebut iman karena,
dalam mengakui eksistensi Tuhan tersebut, pendekatan normatiflah yang diutamakan.
Doktrin, yang tidak begitu memerlukan penalaran, sangat penting dalam
perspektif ini karena nalar dalam hal ini sering saja terbentur oleh
kesulitan-kesulitan logika.
Contoh
logika Ilmu Tauhid (ilmu kalam klasik) tentang pembuktian adanya Tuhan. Para
ahli kalam klasik pada umumnya membangun logika seperti ini: Jika seorang
siswa bertanya: apakah yang menjadi bukti adanya Tuhan itu, maka seorang guru
mungkin menjawab : “ya, adanya dunia ciptaan yang kita lihat ini”. Kemudian,
siswa yang lebih kritis, akan bertanya lagi : “seandainya Tuhan tidak
menciptakan dunia yang kita lihat ini, apakah Tuhan juga tidak ada?” Ini
salah satu contoh saja untuk menunjukkan bahwa akan ditemukan berbagai
kesulitan ketika pendekatan nalar (logika) digunakan untuk membuktikan
adanya Tuhan itu.
Oleh
karena itu, dalam proses pembelajaran iman, pendekatan kesadaran kehadiran
Tuhan dalam diri seseorang mungkin salah salah satu cara yang lebih tepat
daripada hanya menekankan doktrin bahwa Tuhan itu ada dan wajib kita imani.
Penekanan pendekatan ini secara terus menerus akan menjadikan siswa merasa
bahwa Tuhan selalu hadir dan memperhatikan apa saja yang mereka lakukan,
bahkan apa saja yang tergerak dalam hati dan pikiran mereka. Dengan demikian,
seorang guru, secara tidak langsung telah mengajarkan konsep ihsan kepada
siswa bersamaan dengan konsep iman.
b.
Islam
Islam berasal dari kata aslama-yuslimu-Islam-salam
atau salamah, yaitu tunduk kepada kehendak Allah SWT agar mencapai
salam/salamah (keselamatan atau kedamaian) di dunia dan Akhirat. Prosesnya
disebut Islam dan pelakunya disebut muslim.
Menurut
Maulana Muhammad Ali yang dikutip Abuddin Nata, kata aslama
tersebut pada mulanya berasal dari salima, yang berarti selamat,
sentosa, dan damai. Jadi secara bahasa Islam dapat diartikan
patuh, tunduk, berserah diri (kepada Allah) untuk mencapai keselamatan. Islam,
menurut Harun Nasution adalah menyerahkan diri sebulatnya kepada
kehendak Tuhan, yaitu dengan patuh kepada perintah dan laranganlarangan
Tuhanlah, orang dalam monoteisme mencoba mencari keselamatan.
c.
Ihsan
Kata
ihsan berasal dari kata ahsana, yuhsinu, ihasaanan, yang
artinya berbuat puncak kebaikan atau puncak berbuat kebajikan. Kata ihsan
dalam alQur’an diulang sebanyak 12 kali, dengan arti yang beraneka ragam. Di
antaranya ada yang berarti puncak perbuatan baik, karena itu kata ihsan lebih
luas maknanya dari sekedar, “memberi nikmat atau nafkah pada pihak lain”,
dan lebih dalam dari pada kandungan makna “adil” karena :
1)
adil adalah memperlakukan orang
lain sama dengan mereka memperlakuan mereka kepada anda, sedang ihsan adalah
memperlakukan orang lain lebih baik dari pada perlakuannya kepada anda.
2)
Adil adalah mengambil semua hak
anda dan atau memberi hak semua orang lain, sedangkan ihsan adalah memberi
lebih banyak daripada yang anda berikan dan mengambil lebih sedikit dari pada
yang seharusnya anda ambil”
Ihsan tercapai saat seseorang
memandang dirinya pada diri orang lain sehingga dia memberi untuknya apa yang
seharusnya dia beri untuk dirinya. Siapa yang melihat dirinya pada posisi
kebutuhan orang lain dan tidak melihat dirinya pada saat beribadah, maka dialah
yang berhak menyandang sifat ihsan dan telah mencapai puncak dalam
segala amalnya. Firman Allah dalam QS. An-Nahl [16]: 90
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…”
Dan
QS. al-Baqarah [2]: 83
“Dan
(ingatlah) ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah
kamu menyembah Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak…”
Kata
ihsan selalu diartikan berbuat baik dan dihubungkan dengan berbagai
masalah sosial, yaitu berbuat baik dalam bentuk mau memaafkan kesalahan orang
lain, sehingga ihsan lebih menunjukkan pada akhlak yang mulia.
Menurut
M. Quraish Shihab, iman (akidah) dan Islam (Syariah)
tidak boleh pisah dengan ihsan (akhlak). Hal ini didasarkan oleh hadis
Rasulullah sebagai berikut:
Artinya:“Tidaklah
beriman salah seorang di antara kamu sampai ia menyukai buat saudaranya apa
yang ia sukai buat dirinya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Artinya:
“Seorang muslim adalah siapa yang selamat kamu muslim lainnya dari
gangguan lidah dan tangannya” (HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar