RESUME ILMU TASAWUF 3 (Aliran dalam Ilmu Tasawuf )

 

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

 

A.  Judul Modul           : ILMU TASAWUF

B.  Kegiatan Belajar : Aliran dalam Ilmu Tasawuf (KB 3)

C.  Refleksi

NO

BUTIR REFLEKSI

RESPON/JAWABAN

1

Peta Konsep (Beberapa istilah dan definisi) di modul bidang studi

A.    Aliran-aliran dalam Ilmu Tasawuf

Para ilmuwan membagi aliran tasawuf menjadi tiga, yaitu tasawuf akhlaqi, falsafi, dan irfani. Tasawuf akhlaqi merupakan tasawuf yang didasarkan pada teori perilaku, akhlak, dan budi pekerti atau tasawuf yang berkonsentrasi pada perbaikan akhlak. Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang didasarkan pada gabungan teori tasawuf dan filsafat, dan tasawuf ‘irfani adalah penyingkapan hakikat kebenaran atau ma’rifah kepada Allah tidak diperoleh melalui logika tetapi melalui hati yang bersih (suci).

Tipologi tasawuf Ali Sami Nasyar yang dikutip oleh Husein Muhammad, yang membagi tiga jenis tasawuf, yaitu; Sunni, Salafi, dan Falsafi. Tasawuf Salafi memahami tasawuf sebagai cara hidup yang sejalan dengan apa yang telah dikemukakan al-Qur‘an dan Sunnah Nabi saw., secara skripturalis dan anti takwil dalam wacana Kalam. Tokoh dalam tasawuf ini adalah al- Harawi al-Anshari (w.1089 M), Ibn Taymiyah (w.1327 M), dan muridnya Ibnu Qayyim al-Jawziyah (w. 1350 M).

 

1.    Tasawuf Akhlaqi

Tasawuf akhlaqi (sunni), diwakili para tokoh sufi dari abad ketiga dan keempat Hijriyah. Imam Al-Ghazali dan para pemimpin thariqat yang memadukan tasawuf dengan filsafat. Para sufi ini banyak mendapat kecaman dari para fuqaha akibat pernyataanpernyataan panteistis. Fuqaha yang paling keras kecamannya ialah Ibnu Taimiah (wafat pada tahun 728 H).

Selama abad kelima Hijriah, aliran tasawuf akhlaki terus tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, aliran tasawuf falsafi mulai tenggelam dan muncul kembali dalam bentuk lain pada pribadi-pribadi sufi yang juga filosof pada abad keenam hijriah dan seterusnya. Tenggelamnya merupakan imbas kejayaan aliran teologi ahlu sunnah wal jama‟ah di atas aliran-aliran lainnya. Diantara kritik keras, teologi ahlu sunnah wal jama’ah dialamatkan pada keekstriman tasawuf Abu Yazid AlBusthami, Al-Hallaj, para sufi lain yang ungkapan-ungkapannya terkenal ganjil, termasuk kecamannya terhadap semua bentuk berbagai penyimpangan lainnya yang mulai timbul di kalangan tasawuf. Kejayaan tasawuf akhlaqi merupakan hasil kepiawaian Abu Hasan Al- Asy‘ari (wafat 324 H) dalam menggagas pemikiran akhlaki yang berbasis ilmu kalam.

Pada abad kelima hijriah mengalami pembaharuan, yakni dengan mengembalikannya pada landasan Al-Qur‘an dan sunah. Al-Qusyairi dan Al-Harrawi dipandang sebagai tokoh sufi paling menonjol pada abad ini yang memberi bentuk tasawuf akhlaqi. Kitab Ar- Risalah Al-Qusyairiah memperlihatkan dengan jelas bagaiman Al-Qusyairi mengembalikan landasan tasawuf pada doktrin ahlu sunnah. Dalam penilaiannya, ia menegaskan bahwa para tokoh sufi aliran ini membina prinsipprinsip tasawuf atas landasan tauhid yang benar sehingga doktrin mereka terpelihara dari penyimpangan. Selain itu mereka lebih dekat dengan tauhid kaum salaf maupun ahlu sunnah.

Tokoh lainnya yang seirama dengan Al-Qusyairi adalah Abu Ismail Al-Anshari, yang sering disebut dengan Al-Harawi. Ia mendasarkan tasawufnya pada doktrin ahlu sunnah. Ia dipandang sebagai penggagas aliran pembaharuan dalam tasawuf dan penentang para sufi yang terkenal dengan keganjilan ungkapan-ungkapannya, seperti Abu Yazid Al-Busthami dan Al-Hallaj. Al-Ghazali dipandang seiring dengan Al-Qusyairi dan Al-Harawi. Namun, dari segi-segi kepribadian, keluasan pengetahuan, dan kedalaman tasawufnya, Al-Ghazali memiliki kelebihan dibandingkan dengan semua tokoh di atas. Ia sering diklaim sebagai seorang sufi terbesar dan terkuat pengaruhnya dalam khazanah ketasawufan di dunia Islam.

Dengan demikian, abad kelima Hijriah merupakan tonggak yang menentukan kejayaan tasawuf akhlaki. Pada abad tersebut, tasawuf ini tersebar luas dikalangan dunia Islam.

 

2.    Tasawuf Falsafi

Secara garis besar tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Metode pendekatan tasawuf falsafi sangat berbeda dengan tasawuf akhlaqi. Kalau tasawuf akhlaqi lebih mengutamakan persoalan praktik tanda dasar filsafat, maka tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis, sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosofis yang kadang sulit dipahami orang awam. Kaum sufi falsafi menganggap bahwasanya tiada sesuatupun yang wujud kecuali Allah, sehingga manusia dan alam semesta, semuanya adalah Allah.

Dalam tasawuf falsafi, tentang bersatunya Tuhan dengan makhluknya, setidaknya terdapat beberapa terma yang telah masyhur beserta para tokohnya yaitu; hulul, wahdah al~wujud, insan kamil, wujud mutlak, dan lain-lain.

Hulul merupakan salah satu konsep di dalam tasawuf falsafi yang meyakini terjadinya kesatuan antara khaliq dengan makhluk. Paham hulul ini disusun oleh Alhallaj. Kata hulul berimplikasi kepada bahwa Tuhan akan menyatu dengan manusia jika manusianya menghilangkan sifat-sifat tercela melalui meniadakan alam duniawi menuju kesadaran ketuhanan.

Wahdah al-wujud adalah paham yang mengatakan bahwa manusia dapat bersatu padu dengan tuhan, akan tetapi tuhan di sini bukanlah Tuhan berupa zat, tetap sifat-sifat Tuhan yang memancar pada manusia ketika manusia sudah melakukan proses fana‘, yaitu menghilangkan sifat-sifat tercela melalui meniadakan alam duniawi menuju kesadaran ketuhanan. Sedangkan ittihad sebagaimana diungkapkan Abu Yazid Albusthami bahwa manusia adalah pancaran Nur Ilahi. Oleh karena itu, manusia yang telah menemukan hakikatnya sebagai manusia maka pada dasarnya ia telah menemukan asal mula yang sebenarnya, yaitu nur ilahi atau dengan kata lain ia menyatu dengan Tuhan.

Corak dari pada tasawwuf falsafi tentunya sangat berbeda dengan tasawwuf yang pernah diamalkan oleh masa sahabat dan tabi‘in, karena tasawwuf ini muncul karena pengaruh filasafat Neo-Platonisme. Berkembangnya tasawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah. Adanya pemaduan antara filsafat dengan tasawuf pertama kali dimotori oleh para filsuf muslim yang pada saat itu mengalami helenisme pengetahuan. Misalnya filsuf muslim yang terkenal yang membahas tentang Tuhan dengan menggunakan konsep-konsep neo-plotinus ialah Al-Kindi. Dalam filsafat emanasi Plotinus roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat lagi kembali ke Tuhan.

Namun istilah tasawuf falsafi belum terkenal pada waktu itu, setelah itu baru tokoh-tokoh sufi falsafi yang populer. Abu Yazid al-Bustami, Ibn Masarrah (w.381 H) dari Andalusia dan sekaligus sebagai perintisnya. Orang kedua yang mengombinasikan antara teori filsafat dan tasawuf ialah Suhrawardi al-Maqtul yang berkembang di Persia atau Iran.

Karakteristik dari ajaran tasawuf ini adalah:

a)    Ajarannya lebih mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih mendalam;

b)   Mengedepankan akal mereka;

c)    Ajarannya memadukan antara visi mistis dan rasional.

 

3.    Tasawuf Amali

Tasawuf amali lebih menekankan pembinaan moral dalam upaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Untuk mencapai hubungan yang dekat dengan Tuhan, seseorang harus mentaati dan melaksanakan syariat atau ketentuan ketentuan agama. Ketaatan pada ketentuan agama harus diikuti dengan amalan amalan lahir maupun batin yang disebut tariqah. Dalam amalan-amalan lahir batin itu orang akan mengalami tahap demi tahap perkembangan ruhani. Ketaatan pada syariah dan amalan-amalan lahir-batin akan mengantarkan seseorang pada kebenaran hakiki (haqiqah) sebagai inti syariat dan akhir tariqah. Kemampuan orang mengetahui haqiqah akan mengantarkan pada makrifah, yakni mengetahui dan merasakan kedekatan dengan Tuhan melalui qalb.

Tasawuf Amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Terdapat beberapa istilah praktis dalam Tasawuf Amali, yakni syariat, thariqat, dan marifat. Secara umum syariat adalah segala ketentuan agama yang sudah ditetapkan oleh Allah untuk hambanya. Bagi orang-orang sufi, syariat itu ialah amal ibadah lahir dan urusan muamalat mengenai hubungan antara manusia dengan manusia.

Ath-Thusi dalam Al-Luma‟ mengatakan bahwa syariat adalah suatu ilmu yang mengandung dua pengertian, yaitu riwayah dan dirayah yang berisikan amalan-amalan lahir dan batin. Apabila syariat diartikan sebagai ilmu yang riwayah adalah segala macam hukum teoritis yang termaktub dan terurai dalam ilmu fikih yakni ilmu-ilmu teoritis yang bersifat lahiriah. Sebaliknya, apabila syariat diartikan sebagai ilmu yang dirayah maka makna dari syariat itu adalah makna batiniah dari ilmu lahiriah atau dapat disebut dengan makna hakikat dari ilmu fikih itu sendiri. Sehingga, bila dikaitkan dengan para fuqaha dan sufi yang memiliki perbedaan pandangan, syariat yang bersifat riwayah adalah macam ilmu yang disebut dengan fikih, yakni ilmu yang menyentuh aspek lahiriah saja. Sedangkan syariat yang berkonotasi dirayah adalah ilmu yang sekarang ini dikenal dengan ilmu tasawuf yakni ilmu yang cenderung menyentuh aspek batiniah.

Mengenai syariat ini para ahli sufi lebih menekankan pada aspek hakekat atau makna batiniah dari dari ilmu lahiriah (syariat) ketimbang para ahli fikih yang hanya menekankan pada aspek lahiriyah saja. Menurut keyakinan sufi, seseorang akan mencapai hakikat suatu ibadah apabila mereka telah menempuh jalan yang menuju pada hakikat tersebut, yakni thariqat.

Thariqat menurut istilah tasawuf adalah jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam mencapai tujuan berada sedekat mungkin dengan tuhan. Thariqat adalah jalan yang ditempuh para sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan utama disebut syara‘, sedangkan anak jalan disebut dengan thariq. Jalan-jalan tersebut terbagi ke dalam tiga batasan antara manusia dan teologis, yakni syariat, thariqat dan hakikat. Dalam hal ini, terdapat pepatah sufi yang mengatakan ― untuk mencapai haqiqah (inti) anda harus mampu menghancurkan kulit. Yakni, makna essensial melebihi makna- makna yang bersifat eksotoris.

2

Daftar materi bidang studi yang sulit dipahami pada modul

1.     Tasawwuf falsafi sangat berbeda dengan tasawwuf yang pernah diamalkan oleh masa sahabat dan tabi‘in, karena muncul karena pengaruh filasafat Neo-Platonisme. Apakah ini akibat ketidaknyamanan hati terhadap para sahabat?

2.     Penjelasan pepatah sufi “Untuk mencapai haqiqah (inti) anda harus mampu menghancurkan kulit”.

3

Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran

1.     Para ilmuwan membagi aliran tasawuf. Menurut pengertian saya, ilmuwan hanya berkecimpung dalam bidang ilmu pengetahuan, bukan  ilmu dalam aspek spiritual.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

  PENERAPAN STRATEGI QSH   SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA MAPEL AKIDAH AKHLAK KELAS IV MI TARBIYATUL   ISLAMIYAH WINONG...